Stasi Syuru adalah bagian dari Distrik Agats Kabupaten Asmat. Suhu di wilayah ini berkisar maksimum 32,2ᵒ C dan minimum 20,1ᵒ C dengan topografi datar permukaannya berlumpur dan tidak berbatu. Stasi berada di bagian Barat Daya Distrik Agats. Sumber air bagi masyarakat berasal dari air hujan yang di tampung dalam blong-blong air.
Batas-batas wilayah stasi Syuru adalah Kali Asuwet di utara, Bis Agats di timur, Kampung Yepem di barat dan Sungai/ Kali Sirets di selatan. Stasi Syuru terdiri dari 3 kampung di mana setiap kampung membawahi 1-2 rukun tetangga (RT) ketiga kampung tersebut adalah Kampung Syuru terdiri dari : 2 RT dengan dasar pembentukan Perda kabupaten Asmat No. 17 tahun 2011, Kampung Asuwets terdiri dari 2 RT dengan dasar pembentukan Peraturan Gubernur Papua No. 79 tahun 2007 dan Kampung Kaye terdiri dari 1 RT dengan dasar pembentukan Perda Kabupaten Asmat No. 17 tahun 2011.
Seperti umumnya di Asmat, Jalan-jalan di seluruh wilayah stasi Syuru masih didominasi balok dan papan kayu merah atau papan biasa (jalan Papan) dan sebagian jalan khususnya yang menuju arah kabupaten jalan sudah terbuat dari semen atau beton. Sesuai dengan letak geografisnya mayoritas warga berprofesi sebagai nelayan. Berikut adalah profesi masyarakat selengkapnya dilihat dari jumlah kelompok nelayan dan ternak menurut penuturan masyarakat:
Sumber Daya Alam
Stasi syuru berbatasan dengan hutan Mangrove Di dalamnya antara lain mengalir Kali Vamborep yang merupakan jalur transportasi menuju bevak (tempat/dusun/rumah singgah orang Asmat, ketika mencari makan) dan jalur potong untuk menuju Kali Jets (jalur ke Distrik Atjs)-Asuwets. Bagi masyarakat selain untuk transportasi, air dari sungai tersebut juga digunakan untuk mencari makan (ikan, kepiting dll), dan untuk kebutuhan sehari-hari lainnya. Masyarakat juga menjadikan hutan mangrove sebagai sumber air tawar ketika musim kemarau dengan cara menggali tanah untuk dijadikan kolam penampungan air tawar.
Berbagai Flora dan fauna hidup di dalam hutan mangrove diantaranya berbagai jenis burung seperti burung urip, burung mambruk, burung Pombo, burung sendok, burung mata merah, burung kakak tua hijau, burung kakak tua putih, burung kakak tua raja, kalong/kelelawar/paniki, kasuari, ayam hutan, dan burung camar, Babi hutan, Kuskus, biawak, burung raja udang, burung hantu.
Jenis satwa ini juga ditangkap masyarakat karena mempunyai nilai ekonomi. Masyarakat juga memanfaatkan jasa ekologi dari hutan mangrove untuk kebutuhan sehari-hari dan menambah penghasilan misalnya dengan mengambil pohon kayu merah (pembuatan papan dinding dan balok rumah) kayu besi (tiang fondasi dan papan lantai rumah) pohon bakau untuk kayu bakar (untuk sendiri maupun dijual), kayu perahu (ci) untuk buat perahu khas asmat, kayu bintang untuk papan rumah dan kebutuhan pembangunan lainnya.
Lahan terbuka kering sekitar pemukiman di Stasi Syuru dari tahun ke tahun mengalami penyusutan, menurut masyarakat hal ini disebabkan oleh erosi/abrasi air laut, dan semakin longgarnya peraturan adat yang melindungi tanah tersebut sehingga ada oknum tetua adat yang sengaja menjual tanah tersebut kepada pendatang baik untuk tempat tinggal maupun dijadikan kios.
Berdasarkan informasi masyarakat ada 3 sungai yang melintasi stasi syuru yaitu Kali Aswets, Kali Jets dan Kali Vambreb. Ketiga kali ini dimanfaatkan masyarakat Stasi syuru untuk transportasi, sumber pangan mereka MCK, beberapa jenis ikan ditangkap oleh masyarakat karena memiliki nilai ekonomi seperti ikan gabus, ikan kaca, ikan puri, Ikan kuru, ikan duri, Ikan sembilan, udang, siput dan kepiting (Karaka), teteruga (penyu). Misalnya kepiting memiliki harga jual berkisar Rp 5.000 – Rp 20.000,-. Ada kalender musim yang digunakan di Stasi Syuru.
Fisik
Masyarakat stasi syuru mengandal air hujan untuk kebutuhan konsumsi dan kebutuhan lainnya, mereka menampungnya di blong air dengan membuat aliran dari pralon yang diarahkan masuk ke blong air atau bak penampungan. Wilayah stasi syuru tidak memiliki tempat pembuangan sampah sementara (TPS). Pada umumnya masyarakat membuang sampah di pekarangan rumahnya saja baik itu sampah rumah tangga, plastik bahkan kotoran manusia tanpa pengolahan lebih lanjut.
Fenomena yang terjadi adalah kali-kali kecil yang sengaja dibuat masyarakat untuk lalu lintas perahu dari sungai menuju rumah lama-kelamaan semakin membesar menjadi sungai sungai kecil, yang berakibat semakin berkurangnya daratan karena terkikis (abrasi) air kali yang keluar masuk pada waktu pasang surut air laut.
Aspek Finansial
Hampir 90% masyarakat stasi syuru bermata pencaharian ganda baik sebagai nelayan dan sebagai petani kebun di dusun hutan yang terletak masuk disepanjangan kali Vambreb. Sedangkan 10% lainnya ada yang sebagai PNS, pembantu rumah tangga dirumah pendatang (Pinjuru), buruh angkut barang di dermaga dan pasar.
Bagi nelayan mereka sangat menggantungkan pekerjaan dari alam jika keadaan laut sedang buruk maka masyarakat masuk ke hutan untuk menggarap kebun dan mencari keraka(kepiting) di hutan mangrove atau menjadi buruh bagasi pelabuhan atau pembantu rumah tangga untuk menghidupi keluarga. Menentukan besarnya pendapatan masyarakat per bulan sangatlah sulit karena model kerja masyarakat khususnya nelayan dan petani adalah hanya bekerja ketika uang yang dimiliki sudah habis. Beberapa pekerjaan yang mereka lakukan adalah nelayan, penjualan hasil tani, kayu besi dan kayu putih. Sementara untuk lembaga keuangan, sampai saat ini belum ada lembaga keuangan mikro di tingkatan stasi yang dikelola oleh masyarakat. Masyarakat masih menabung atau mengajukan pinjaman di bank atau lembaga keuangan yang ada di distrik seperti bank Papua, BRI, CU.
Aspek Sosial
Pada umumnya masyarakat di Stasi Syuru mayoritas masih masyarakat asli rumpun Bismam. Dari hasil analisa kecenderungan bersama dengan masyarakat para pendatang mulai masuk di kampung mereka di tahun yang berbeda seperti di kampung syuru para pendatang mulai masuk di periode 2008-2013, di kampung Asuwets para pendatang mulai masuk di periode 2002-2007 dan di kampung Kaye para pendatang mulai masuk di periode 2008-2013.
Analisis Kecenderungan
Informasi tentang kencenderungan umum menitik beratkan pada aspek umum yang memperngaruhi kehidupan masyarakat seperti aspek lingkungan dan kependudukan; aspek kesehatan; aspek ekonomi; dan aspek pendidikan, serta tim sengaja memberikan ruang kosong pada form dengan maksud memberikan peluang kepada masyarakat untuk menambahi aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi kebutuhan mereka. Adapun dalam pemilihan rentang waktu, dipilih rentang waktu 2002-2007 dan rentang waktu 2008 – 2013 dengan pertimbangan kemudahan masyarakat Stasi Syuru dalam mengingat perubahan data dan peristiwa di lingkungan mereka dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Harapan Masyarakat
Berdasarkan Analisa Kecenderungan Umum (Kecenderungan 5 tahun kedepan) muncul beberapa harapan dari masyarakat Stasi Syuru terhadap masing-masing aspek yang mempengaruhi kehidupan mereka,
Keinginan agar mayoritas masyarakat dapat menikmati layanan kesehatan yang baik, baik dari kader posyandu, pustu, dan rumaah sakit daerah khususnya membangun kesadaran masyarakat atas pentingnya kesehatan. Keinginan agar mayoritas masyarakat dapat menempuh pendidikan yang lebih baik dengan perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana sekolah yang ada. Keinginan perwakilan masyarakat yang ikut pemetaan adalah agar semua masyarakat ikut menjaga fasilitas umum yang sudah disediakan pemerintah seperti Blong air, pustu, sanggar, sekolah dll untuk kepentingan bersama.
Apabila ada program pemekaran kampung hendaknya memperhatikan kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi/ besar kecilnya bantuan pemerintah yang didapat sehingga menimbulkan kecemburuan sosial. Terkait dengan sumber daya alam, masyarakat merasa prihatin dengan bertambah banyaknya titik erosi di sepanjang kali asuwets dan vambreb sehingga penanaman pohon mangrove perlu dipercepat.
Masyarakat juga merasa prihatin dengan bertambahnya hutan yang gundul untuk kebutuhan pemukiman masyarakat sehingga reboisasi perlu kembali dilakukan Mayoritas masyarakat juga ingin memiliki pot sayur di dekat rumah masing-masing untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Terkait dengan pengembangan ekonomi mereka berharap bahwa apabila ada program dari dinas-dinas/ lembaga keuangan/ keuskupan hendaknya tidak dilaksanakan sekedarnya saja, karena masyarakat mengharapkan pembinaan intensif sehingga kedepan masyarakat dapat mandiri dan untuk mengurangi resiko kegagalan.
Sementara secara aspek sosial,masyarakat pendatang dan Lembaga –lembaga yang ada di masyarakat Stasi Syuru diharapkan dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat asli dengan berbagai pekerjaan dan program yang melibatkan dan memberdayakan masyarakat asli, agar masyarakat asli dapat mandiri.
Rekomendasi
Program Prosperous Asmat dapat dilakukan di wilayah Stasi Syuru melalui Field School langsung dengan masyarakat atau stake holders terkait, hal ini menarik dilakukan karena sebagian besar masyarakat Stasi Syuru adalah petani dusun, petani pot dan nelayan serta ada juga yang budidaya kolam.
Beberapa titik berat program adalah peningkatan SDM Petani, Nelayan dan Pembudidaya. Hal ini perlu dilakukan karena banyak temuan jenis tanaman di tabel Tata Guna Lahan merupakan tanaman pangan (sayur) yang baru diperkenalkan oleh dinas (bukan alami tanaman Asmat seperti sesawi, kangkung, bayam, rica dsb)
Pembinaan kelompok tani, nelayan dan budidaya. Patut dilakukan karena lemahnya kelompok tani sangat terasa ketika penjualan hasil panen mereka dimana ketika barang dengan jenis yang sama melimpah di pasar maka para petani akan langsung menjual barangnya dengan murah kepada pembeli.
Perlindungan terhadap erosi atau abrasi, dengan kesepakatan mengamankan daerah sepanjang drainase dan pinggir kali. Reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis dengan berpatokan pada temuan tanaman yang ditemukan tumbuh baik pada waktu Penelusuran Tata guna lahan seperti pohon nipa, pohon pit, pohon garam, pohon kelapa, pohon mata buta, pohon besi, pohon putih, pohon asam dsb yang berbasis pada masyarakat.